Tuesday, 27 January 2015

Belajar itu Menyenangkan!!!



Penulis: Shelfie Tjong, S.Psi.
Sumber: Eunike
Abstrak: 

"Belajar lagi, belajar lagi........bosan ahh.......!", gerutu sebagian besar anak-anak saat disuruh belajar. Biasanya mereka juga tidak langsung menurut bila disuruh belajar, tapi berusaha menghindar dengan berbagai alasan. Mereka lebih tertarik untuk bermain atau menonton Doraemon atau mengikuti berbagai kegiatan lain daripada harus belajar. 


Apakah Belajar Itu?
Belajar adalah suatu proses perubahan perilaku yang bersifat menetap melalui serangkaian pengalaman. Belajar tidak sekadar berhubungan dengan buku-buku yang merupakan salah satu sarana belajar, melainkan berkaitan pula dengan interaksi anak dengan lingkungannya, yaitu pengalaman. 
Hal yang penting dalam belajar adalah perubahan perilaku, dan itu menjadi target dari belajar. Dengan belajar, seseorang yang tadinya tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa. Kita perlu memperluas pemahaman tentang belajar tidak hanya pada pengetahuan yang bersifat konseptual, melainkan juga hal-hal yang menyangkut keterampilan serta sikap pribadi yang mempengaruhi perilaku seseorang. Ada empat area yang disentuh berkenaan dengan belajar yaitu:
  1. Kompetensi atau kemampuan yang bersifat akademik, fisik, dan artistik.
Selain itu ada satu area lagi yang menurut penulis sangat penting yaitu area yang bersifat rohani, yang menyangkut pengenalan seseorang terhadap Tuhan.
Tony Buzan, seorang psikolog dari Inggris, mengatakan demikian; "Pada saat seorang anak dilahirkan, ia sebetulnya benar-benar brilian." Sebab itu, adalah salah jika orangtua beranggapan anaknya bodoh. Bila ia dikatakan bodoh, maka kemungkinan ia akan menjadi bodoh. Saran yang diberikan adalah agar anak mendapatkan sebanyak mungkin latihan fisik yang menggunakan tangan dan kaki seperti merangkak, memanjat, dan sebagainya. Orangtua perlu memberi kesempatan pada anak-anak untuk belajar dari kesalahan, yaitu melalui trial and error (coba-salah). Anak-anak suka bereksperimen, mencipta, dan mencari tahu cara bekerjanya sesuatu. Mereka juga suka pada tantangan. Sebab itu penting bagi orangtua untuk memperluas dunia anak mereka, tidak terbatas hanya di rumah saja.
Anak-anak juga cenderung bertanya tentang segala hal yang tampak baru bagi mereka. Untuk itu dibutuhkan kesabaran orangtua untuk mendengarkan dan menjawab pertanyaan mereka. adalah kurang bijaksana jika orangtua menanggapi pertanyaan anak dengan mengatakan; "Sudah, kamu anak kecil nggak usah tanya-tanya, bawel amat, sih, "atau; "Kamu masih kecil, nanti sudah besar juga akan tahu sendiri." Dalam hal ini orangtua sebenarnya sedang mematikan rasa ingin tahu anak. Padahal rasa ingin tahu ini adalah hal yang sangat penting dalam proses belajar.
Ada orangtua yang beraksi dengan cara lain, yaitu dengan tidak menghiraukan atau mendiamkan anak, atau hanya menjawab seadanya agar anak segera berhenti bertanya. Pola asuh yang demikian tentu tidak mendukung metoda CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) yang berusaha diterapkan di sekolah-sekolah sekarang ini. Sadar atau tidak, pola asuh orangtua atau cara guru mengajar memiliki andil dalam membentuk anak-anak kita menjadi aktif atau pasif. Bagi anak, bertanya merupakan modal dasar mereka untuk belajar.
Selain itu, anak juga banyak belajar dengan cara meniru orang dewasa. Mereka mencontoh orang dewasa dengan melihat dan mengamati, atau dengan mendengar. Karena itulah, kita tidak usah heran mendengar anak kita tiba-tiba mengucapkan kata-kata makian atau kata kasar yang tidak pernah kita ajarkan. Mungkin mereka mendengar makian itu dari pembantu, dari televisi, atau dari kita sendiri. Saat anak mengucapkan kata-kata kasar seperti itu, saat itu juga orangtua perlu memberi penjelasan tentang arti kata-kata tersebut beserta dampaknya dan berusaha mengoreksinya.
Usia Efektif Belajar.
ada masanya bagi seorang anak untuk belajar sesuatu. Sebab itu adalah sia-sia jika kita mengajarkan sesuatu kepada anak sebelum waktunya. Misalnya, anak yang belum memasuki tahap perkembangan kognitif praoperasional (2-7 tahun) umumnya masih akan mengalami kesulitan dalam belajar bahasa.
Namun belakangan ini berkembang teori belajar yang bisa kita baca dalam buku Accelerated Learning for the 21st Century oleh Colin Rose dan Malcolm J. Nitcholl, yang mengatakan bahwa sejak lahir sampai dengan usia 10 tahun adalah masa-masa yang sangat penting dan peka bagi anak untuk belajar. Disebutkan bahwa 50% kemampuan belajar anak dikembangkan pada masa empat tahun pertama, 30% dikembangkan menjelang ulang tahunnya yang ke-8, dan tahun-tahun yang amat penting tersebut merupakan landasan atau penentu bagi semua proses belajarnya di masa depan.
Berdasarkan teori tersebut, anak perlu diberi banyak rangsangan pada masa empat tahun pertama agar ia belajar dan menyerap banyak hal. Tahun-tahun pertama inilah yang justru merupakan saat tepat dan ideal bagi anak untuk belajar lebih dari satu bahasa. Dikatakan juga bahwa semua anak sebenarnya jenius di bidang bahasa. Jadi, dapat disimpulkan bahwa saat terbaik untuk mengembangkan kemampuan belajar adalah sebelum masuk sekolah, karena sebagian besar jalur penting di otak dibentuk pada tahun-tahun awal tersebut. Dalam hal ini, orangtua memegang peranan sangat penting dalam meletakkan fondasi bagi pengembangan kemampuan belajar anak.
TIPS-TIPS PRAKTIS
Berikut adalah kiat-kiat praktis agar belajar menjadi pengalaman yang menyenangkan bagi anak.
  1. Ciptakan Lingkungan Tanpa Stres (Rileks).
    Orangtua hendaknya tidak terlalu menekankan nilai, kelulusan, dan gelar, sebab hakekat belajar bukan terletak pada itu semua. 
    Anak tidak bisa belajar efektif dalam keadaan stres. Syarat pembelajaran yang efektif adalah lingkungan yang mendukung dan menyenangkan. Belajar perlu dinikmati dan timbul dari perasaan suka serta nyaman tanpa paksaan. Untuk menciptakan lingkungan tanpa stres bagi anak, penting bagi orangtua agar rileks dan tidak menetapkan target atau menuntut anak melebihi kemampuannya.

  • Manfaat Sarana Bermain untuk Belajar.
    Dunia anak adalah dunia bermain. Bermain adalah metode belajar yang paling efektif. Anak-anak belajar dari segala kegiatan yang mereka lakukan. Kuncinya adalah bagaimana mengubah kegiatan bermain menjadi pengalaman belajar. Ketika anak merasa senang dan nyaman, ia akan mampu belajar dengan baik. Bagi anak kecil yang sedang belajar menghafal kata-kata yang berlawanan seperti kata atas dan bawah, sambil bermain bola kita bisa mengucapkan "jika bola dilempar ke atas pasti akan jatuh ke bawah", belajar kata nyala dan padam dengan memainkan lampu, belajar kata buka dan tutup melalui pintu yang dubuka dan yang ditutup, dan seterusnya. Bagi anak yang lebih besar, saat ulangan pelajaran hafalan, orangtua dapat menanyakan kembali melalui permainan tebak-tebakan dengan sistem poin. Jumlah poin yang diperoleh dapat ditukar dengan makanan kesukaannya. Yang ingin ditekankan di sini bukan pada permainannya, tapi kegembiraan yang menyertai.
    Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor emosi sangat penting dalam proses pembelajaran dan pendidikan. Ketika suatu pelajaran melibatkan emosi positif yang kuat, umumnya pelajaran tersebut akan terekam dengan kuat pula dalam ingatan. Untuk itu, dibutuhkan kreatifitas guru dan orangtua untuk menciptakan permainan-permainan yang dapat menjadi wadah dan sarana anak untuk belajar, misalnya melalui drama, warna, humor, dan lain-lain.
  • Gunakan Kelima Indra Anak sebagai Jalur Belajar.
    Bagian neokorteks dari otak kita terbagi dalam beberapa fungsi khusus seperti fungsi berbicara, mendengar, melihat dan meraba. Kita menyimpan memori-memori indrawati di tempat yang berbeda. Jika ingin memiliki memori yang kuat, kita harus menyimpan informasi dengan menggunakan semua indera kita - melihat, mendengar, berbicara, menyentuh, dan membaui. Anak-anak umumnya belajar melalui pengalaman konkret yang aktif. Untuk memahami kondep 'bulat' yang abstrak, seorang anak perlu bersentuhan langsung dengan benda-benda bulat, apakah itu dengan cara melihat dan meraba benda bulat atau dengan cara menggelindingkan bola. Menurut Vernon A. Magnesen dalam Quantum Teaching, kita belajar 10% dari apa yang kita baca; 20% dari apa yang kita dengar; 30% dari apa yang kita lihat; 50% dari apa yang kita lihat dan dengar; 70% dari apa yang kita katakan; dan 90% dari apa yang kita katakan dan lakukan.
  • Pakailah Seluruh Dunia Sebagai Ruang Kelas.
    Ubahlah segala sesuatu yang ada di sekitar kita menjadi pengalaman belajar. Marzollo dan Lloyd berkata demikian; "Semuanya tersedia di sekitar Anda." Berikut ini adalah beberapa ide kreatif dari buku Revolusi Cara Belajar, oleh Gordon Dryden & Dr. Jeanette Vos: " Belajar tentang berbagai bentuk.
    Bentuk lingkaran bisa dilihat pada roda, balon, matahari, bulan, kacamata, mangkok, piring, uang logam; sedangkan persegi panjang bisa dilihat pada pintu, jendela, buku, kasur. Bujursangkar bisa dilihat di layar komputer, televisi, kotak tissu, saputangan, taplak meja; sedangkan segitiga bisa dilihat pada pohon Natal, rumah, gunung, dan tenda.
    " Belanja di supermarket menjadi petualangan belajar. Sebelum belanja, minta anak-anak Anda untuk mengecek kulkas dan seluruh isi rumah, kira-kira apa saja yang dibutuhkan oleh mereka dan seluruh anggota keluarga. lalu diadakan lomba waktu berada di supermarket. Siapa yang paling cepat dan paling banyak menemukan barang-barang yang dibutuhkan, dialah yang menang. " Belajar menghitung benda-benda nyata Minta anak untuk menghitung benda-benda yang dapat disentuhnya, misalnya; "Kamu punya satu hidung dan berapa mata? Berapa jarimu?" libatkan juga anak ketika Anda menyiapkan meja untuk dua, tiga, atau empat orang. Atau biarkan anak Anda yang menghitung uang ketika membayar di kasir.
    " Belajar mengkategorikan sesuatu. Otak menyimpan informasi melalui asosiasi (persamaan) dan penggolongan atau kategori dan Anda bisa menciptakan kegiatan bermain anak sambil bekerja. Waktu Anda hendak membereskan pakaian, anak bisa diminta untuk memilah-milah berdasarkan warna pakaian, jenis pakaian, maupun pemilik. Dengan demikian, Anda dapat tetap mengerjakan tugas rumah tangga sambil anak juga belajar tentang sesuatu.
  • Pentingkan dorongan positif.
    Berdasarkan penelitian, anak sejak usia dini rata-rata menerima enam komentar negatif untuk satu dorongan positif yang diterimanya. Saya kira, tingkat perbandingan dorongan positif dan negatif di Indonesia akan jauh lebih besar. Kebanyakan kita dibesarkan dalam lingkungan dengan komentar negatif yang lebih banyak daripada yang positif. Padahal dorongan positif memiliki kekuatan yang sangat besar untuk membangun rasa percaya diri anak dan memacu semangat agar anak berprestasi dengan lebih baik lagi. Sebagai orangtua yang mungkin dibesarkan dalam keluarga yang lebih banyak memberikan komentar negatif, sebaiknya kita lebih berhati-hati agar kita tidak mengulang kesalahan yang sama pada anak-anak kita.
  • CINTA adalah resep penting dalam pendidikan anak.
    Prof. Diamond, seorang ahli saraf, mengingatkan bahwa cinta merupakan resep paling penting dalam dunia pendidikan anak. Kehangatan dan kasih sayang adalah faktor utama dalam mendukunga perkembangan seutuhnya. Sentuhan emosi memberikan dampak besar dalam proses belajar anak.

  • Perlu diketahui bahwa kapasitas otak manusia tidak terbatas. Seseorang bisa terus belajar sejak lahir sampai akhir hidupnya. Menurut Antonia Lopez, "Tugas utama orang dewasa adalah menyediakan sebanyak mungkin kesempatan yang sesuai dengan tingkat umur dan mengembangkannya secara bertahap." Otak pun akan mampu bekerja secara efektif bila digunakan secara teratur. Ada pepatah kuno berbunyi demikian; "If you don't use it, you lose it"-Jika tidak digunakan, Anda akan kehilangan otak Anda.

    Credit by: http://www.telaga.org/artikel/belajar_yang_menyenangkan
    Edit By: Imami Diyah Puspita

    No comments:

    Post a Comment

    Mohon Berkomentar dengan Bahasa yang Sopan. Kritik dan Saran Sangat diperlukan untuk Memajukan Blog ini terimakasih :D