I. Identitas Buku :
1. Judul Buku : Laskar
Pelangi
2. Penulis : Andrea
Hirata
3. Negara :
Indonesia
4. Bahasa :
Indonesia
5. Genre : Roman
6. Terbit :Cetakan III,
Juli 2007
7. Halaman :xxxiv,
529 halaman
8. Penerbit : Bentang
9. Harga :Rp.69.000,
10. ISBN : ISBN
979-3062-79-7
II. Ringkasan Cerita :
SD Muhammadiyah tampak begitu rapuh dan
menyedihkan dibandingkan dengan sekolah-sekolah PN Timah (Perusahaan Negara
Timah). Mereka tersudut dalam ironi yang sangat besar karena kemiskinannya
justru berada di tengah-tengah gemah ripah kekayaan PN Timah yang
mengeksploitasi tanah ulayat mereka.
Kesulitan terus menerus membayangi
sekolah kampung itu. Sekolah yang dibangun atas jiwa ikhlas dan kepeloporan dua
orang guru, seorang kepala sekolah yang sudah tua, Bapak Harfan Efendy Noor dan
ibu guru muda, Ibu Muslimah Hafsari, yang juga sangat miskin, berusaha
mempertahankan semangat besar pendidikan dengan terseok-seok. Sekolah yang
nyaris dibubarkan oleh pengawas sekolah Depdikbud Sumsel karena kekurangan
murid itu, terselamatkan berkat seorang anak idiot yang sepanjang masa
bersekolah tak pernah mendapatkan rapor.
Sekolah yang dihidupi lewat uluran tangan
para donatur di komunitas marjinal itu begitu miskin: gedung sekolah bobrok,
ruang kelas beralas tanah, beratap bolong-bolong, berbangku seadanya, jika
malam dipakai untuk menyimpan ternak, bahkan kapur tulis sekalipun terasa mahal
bagi sekolah yang hanya mampu menggaji guru dan kepala sekolahnya dengan sekian
kilo beras, sehingga para guru itu terpaksa menafkahi keluarganya dengan cara lain.
Sang kepala sekolah mencangkul sebidang kebun dan sang ibu guru menerima
jahitan.
Kendati demikian, keajaiban seakan
terjadi setiap hari di sekolah yang dari jauh tampak seperti bangunan yang akan
roboh. Semuanya terjadi karena sejak hari pertama kelas satu sang kepala
sekolah dan sang ibu guru muda yang hanya berijazah SKP (Sekolah Kepandaian
Putri) telah berhasil mengambil hati sebelas anak-anak kecil miskin itu.
Dari waktu ke waktu mereka berdua bahu
membahu membesarkan hati kesebelas anak-anak tadi agar percaya diri, berani
berkompetisi, agar menghargai dan menempatkan pendidikan sebagai hal yang
sangat penting dalam hidup ini. Mereka mengajari kesebelas muridnya agar tegar,
tekun, tak mudah menyerah, dan gagah berani menghadapi kesulitan sebesar apapun.
Kedua guru itu juga merupakan guru yang ulung sehingga menghasilkan seorang
murid yang sangat pintar dan mereka mampu mengasah bakat beberapa murid
lainnya. Pak Harfan dan Bu Mus juga mengajarkan cinta sesama dan mereka amat
menyayangi kesebelas muridnya. Kedua guru miskin itu memberi julukan kesebelas
murid itu sebagai para Laskar Pelangi.
Keajaiban terjadi ketika sekolah
Muhamaddiyah, dipimpin oleh salah satu laskar pelangi mampu menjuarai karnaval
mengalahkan sekolah PN dan keajaiban mencapai puncaknya ketika tiga orang anak
anggota laskar pelangi (Ikal, Lintang, dan Sahara) berhasil menjuarai lomba
cerdas tangkas mengalahkan sekolah-sekolah PN dan sekolah-sekolah negeri. Suatu
prestasi yang puluhan tahun selalu digondol sekolah-sekolah PN.
Tak ayal, kejadian yang paling
menyedihkan melanda sekolah Muhamaddiyah ketika Lintang, siswa paling
jenius anggota laskar pelangi itu harus berhenti sekolah padahal cuma
tinggal satu triwulan menyelesaikan SMP. Ia harus berhenti karena ia anak
laki-laki tertua yang harus menghidupi keluarga, sebab ketika itu ayahnya
meninggal dunia.
Belitong kembali dilanda ironi yang besar
karena seorang anak jenius harus keluar sekolah karena alasan biaya dan nafkah
keluarga justru disekelilingnya PN Timah menjadi semakin kaya raya dengan
mengekploitasi tanah leluhurnya.
Meskipun awal tahun 90-an sekolah
Muhamaddiyah itu akhirnya ditutup karena sama sekali sudah tidak bisa membiayai
diri sendiri, tapi semangat, integritas, keluruhan budi, dan ketekunan yang
diajarkan Pak Harfan dan Bu Muslimah tetap hidup dalam hati para laskar
pelangi. Akhirnya kedua guru itu bisa berbangga karena diantara sebelas orang
anggota laskar pelangi sekarang ada yang menjadi wakil rakyat, ada yang menjadi
research and development manager di salah satu perusahaan multi nasional paling
penting di negeri ini, ada yang mendapatkan bea siswa international kemudian
melakukan research di University de Paris, Sorbonne dan lulus S2 dengan
predikat with distinction dari sebuah universitas terkemuka di Inggris.
Semua itu, buah dari pendidikan akhlak
dan kecintaan intelektual yang ditanamkan oleh Bu Mus dan Pak Harfan. Kedua
orang hebat yang mungkin bahkan belum pernah keluar dari pulau mereka sendiri
di ujung paling Selatan Sumatera sana.
III. Pokok Isi Novel :
A. Tema
Persahabatan sepuluh anak yaitu Ikal,
Mahar, Lintang, Harun, Syahdan, A Kiong, Trapani, Borek, Kucai dan satu-satunya
wanita di kelas mereka, Sahara dari orang kecil yang mempunyai cita-cita yang
tinggi dengan bersekolah di pendidikan rakyat kecil Sekolah Muhamadiyah.
B. Tokoh dan Perwatakan
1. Kucai : Banyak Bicara
2. Sahara : Keras Kepala
3. A Kiong : Baik dan
Sedikit Aneh
4. Harun : Baik
5. Aku sebagai Haikal :
Tidak Mudah Putus Asa
6. Ayahku/ayah Haikal :
Baik Hati
7. Pak K.A Harpan Noor :
Baik Hati
8. Borek : Nakal
9. Ibu N.A : Sabar Baik
10. Lintang : Pantang
Menyerah
11. Mahar : Imajinatif
12. Trapani : Manja dan
Cerdas
C. Alur
Di dalam novel ini memakai alur maju.
D. Sudut Pandang
Memakai kata ganti orang pertama tunggal
atau memakai akuan sertaan, karena dalam penceritaan novel penulis menggunakan
kata aku.
E. Gaya Bahasa
Di sini saya tidak mengetahui gaya
bahasanya, karena ada kata-kata yang sulit untuk dipahami atau dapat kita
mengerti. Hal ini dikarenakan untuk menyesuaikan bahasa berdasarkan tempat yang
diceritakan yaitu di Bangka Belitong, daerah terpencil yang belum meluas
bahasanya.
F. Latar (Setting)
Tempat : di sekolah, di bawah pohon, di
gua, dan di rumah.
Suasana : menyenangkan, menyedihkan, dan
menegangkan.
Kapan : siang hari, sore hari, dan malam
hari.
No comments:
Post a Comment
Mohon Berkomentar dengan Bahasa yang Sopan. Kritik dan Saran Sangat diperlukan untuk Memajukan Blog ini terimakasih :D