KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT
atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
tentang ”IJTIHAD DAN METODOLOGI HUKUM ISLAM” ini. Makalah ini
merupakan laporan yang dibuat sebagai bagian dalam memenuhi kriteria mata
kuliah. Salawat serta salam kami panjatkan kepada junjungan kita tercinta
Rasulullah Muhammad SAW, keluarga, para sahabatnya serta seluruh kaum muslimin
yang tetap teguh dalam ajaran beliau.
Kami
menyadari bahwa makalah ini masih ada kekurangan disebabkan oleh kedangkalan
dalam memahami teori, keterbatasan keahlian, dan tenaga penulis. Semoga segala
bantuan, dorongan, dan petunjuk serta bimbingan yang telah diberikan kepada
kami dapat bernilai ibadah di sisi Allah Subhana wa Taala. Akhir kata, semoga
makalah ini dapat bermanfat bagi kita semua, khususnya bagi
penulis sendiri.
Bangkalan, 26 September2014
Kata Pengantar ...................................................................................................................... i
DAFTAR ISI .........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
.......................................................................................................1
A.
Latar belakang ................................................................................................................ 1
B.
Rumusan masalah .......................................................................................................... 1
C.
Tujuan penulisan ............................................................................................................ 1
D.
Metode penulisan ........................................................................................................... 1
E.
Sistematika penulisa....................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................ 3
A. Kapan umat perlu ijtihad ................................................................................................3
B. Pengertian ijtihad............................................................................................................4
C. Metodologi Ijtihad...........................................................................................................5
BAB III PENUTUP.................................................................................................................... 6
A.
Kesimpulan............................................................................................................................ 6
B.
Saran.......................................................................................................................... ..........6
Daftar Pustaka....................................................................................................................... 6
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Sesungguhnya
ijtihad adalah suatu cara untuk mengetahui hukum sesuatu melaluidalil-dalil
agama yaitu Al-Qur'an dan Al-hadits dengan jalan istimbat. Adapun mujtahiditu
ialah ahli fiqih yang menghabiskan atau mengerahkan seluruh kesanggupannya
untuk memperoleh persangkaan kuat terhadap sesuatu hukum agama. Oleh
karena itu kita harusberterima kasih kepada para mujtahid yang telah
mengorbankan waktu,tenaga, danpikiran untuk menggali hukum tentang
masalah-masalah yang dihadapi oleh umat Islambaik yang sudah lama terjadi di
zaman Rosullulloh maupun yang baru
terjadi. Kita telah mengetahui bersama bahwa sumber hukum tertinggi dalam Islam adalah Al-Qur’an dan Hadits. Di dalam keduanya terdapat hukum-hukum yang relevandalam kehidupan kita
bermasyarakat, beragama dan menjalani kehidupan kita sebagai khalifah di muka
bumi ini. Tanpa disadari, keterikatan muslimin untuk taat kepada Allah dan
Rasul-Nya dan dengan kekhawatiran akan jatuh dalam kekufuran, menjadikan setiap
muslim berjanji untuk mengikuti Al-Qur’an dan
Hadits atau Sunnah. Tapi ada
hal yang tidak dapat ditolak, yakni adanya perubahan persepsi di kalangan
muslim dalam memahami keduanya. Dari dasar sumber yang sama
ternyata muslimin memahami dengan berbeda. Awal perbedaan ini, nampak jelas ketika Rasulullah
SAW wafat. Al-Quran, dalam artian
wahyu atau kalam Ilahi dan penjelas dalam praktik
kehidupan sehari-hari Nabi SAW itu terhenti. Sebagian muslimin berpandangan
bahwa periode dasar hukum telah terhenti, sehingga mereka berpandangan hanya
Al-Quran dan Sunnah Nabi saja sebagai sumber hukum yang mutlak. Sebagian muslimin
yang lain memiliki pandangan dan keyakinanberbeda. Seiring berjalannya waktu,
permasalahan-permasalahan yang ditemui umat islam pun kian berkembang. Ketika
permasalahan-permasalahan tersebut tidak dapat lagi diselesaikan hanya melalui
nash Al-Qur’an
dan Hadist secara eksplisit, timbul istilah ijtihad.
B. Rumusan Masalah
1.
Kapan umat perlu ijtihad?
2.
Apa itu ijtihad?
3.
Apa saja Metodologi ijtihad?
C. Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui waktu umat islam berijtihad.
2. Untuk mengetahui pengertian
ijtihad
3. Untuk mengetahui metodologi
ijtihad.
D. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini,
penulis menggunakan metode studi pustaka, dimana penulis mendapatkan sumber
dari buku dan internet yang kemudian disusun dan dijabarkan kembali dengan
bahasa yang sesuai kemampuan dan keterampilan diri sendiri.
E. Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari tiga bab. Bab pertama sebagai
pendahuluan yang memiliki sub-bab lima buah yang terdiri dari latar belakang,
rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan yang
kemudian dilanjutkan pada bab kedua dengan berisi pembahasan yang memiliki tiga
sub-bab yaitu : kapan umat perlu ijtihad, pengertian
ijtihad, metodologi ijtihad, dan di bab terakhir terdapat bab ketiga
yaitu : penutup yang berisikan kesimpulan dan saran dari semua pembahasan yang
telah dijelaskan dalam makalah ini.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Waktu Umat Islam Berijtihad
Seorang
yang melakukan ijtihad tergantung pada niatnya sendiri karena pengertian ijtihad sendiri luas. Contoh
: seseorang belajar bersungguh-sungguh, proses belajar
bersungguh-sungguh itu termasuk ijtihad dengan di sertai oleh niat seseorang
yang melakukan itu.
Ijtihad sendiri telah dilakukan sejak masa Nabi. Beberapa kali,
Nabi melakukan ijtihad. Namun, Nabi selalu mendapat bimbingan Allah. Bila
hasil ijtihadnya salah, Allah segera meluruskannya. Bila hasil ijtihadnya benar,
Allah menegaskannya kembali. Setelah Nabi wafat, ijtihad terus dikembangkan
oleh para sahabat dan kemudian tabi’in. Demikian seterusnya, ijtihad
terus-menerus dikembangkan. Jika pada masa lalu ijtihad telah dilakukan,
kebutuhan kita sekarang untuk berijtihad tentu saja semakin besar.
B. Pengertian Ijtihad
Ijtihad ialah mencurahkan segala kemampuan dalam mencapai hukum syara’ dengan cara istinbath
(menyelidiki dan mengambil kesimpulan hukum yang terkandung) pada
Alquran dan sunah.
Orang-orang yang mampu berijtihad disebut mujtahid. Agar ijtihadnya dapat
di pertanggungjawabkan, seorang mujtahid harus memenuhi beberapa persyaratan,
antara lain : bersifat adil dan takwa, menguasai
bahasa Arab dan cabang-cabangnya, ilmu tafsir, ushul
fiqih, dan ulumul hadits. Ilmu-ilmu tersebut diperlukan untuk meneliti dan memahami
makna-makna lafal dan maksud-maksud ungkapan dalam Alquran dan sunah. [1]
Ijtihad berasal dari kata ijtahada yang
artinya berusaha bersungguh-sungguh atau mengerahkan segala kemampuan. Ijtihad secara
istilah di definisikan para Ushul Fikih sebagai usaha mutjahid (orang yang beritjihad) dengan segenap
kesungguhan dan kesanggupan untuk mendapatkan ketentuan hukum sesuai
masalah dengan menggunakan metodologi yang benar, dari kedua sumber hukum Al-Qur’an
dan Assunnah. Ijtihad bukanlah dilakukan
oleh sembarang orang. Orang yang memiliki otoritas untuk melakukan ijtihad
disebut mutjahid. Para mutjahid harus melakukan ijtihadnya dengan penuh kesungguhan
dan dalam bidang yang sangat dikuasainya disertai metodologi yang benar. Sumber
hukumnya yang pertama adalah ayat-ayat Al-Qur’an yang berjumlah lebih
dari enam ribu ayat, baik sebagai kesatuan yang utuh-bulat,
satu kesatuan surat persurat maupun secara parsial ayat perayat, selanjutnya yang
ke dua adalah hadist-hadist Nabi yang juga berjumlah ribuan dan melalui seleksi
yang ketat tentang ke shahisannya, dan yang ketiga adalah ijma para sahabat
Nabi, para Imammutjahid mutlak (yaitu Imam Jafar, Imam Hanafi,
Imam Maliki, Imam Syafi’i, dan Imam Hanbali) merumuskannya dengan langkah-langkah gambling, tetapi ketat. Metode yang dimaksud terutama
qiyas (Empat Mazhab), istihsan (Imam Hanafi), mashalih mursalah (Imam Maliki),
danistidlal (Imam
Syafi’i). Dalam Islam Syi’ah, ijtihad
tidak menggunakan metode-metode semacam
qiyas dan mashalih mursalah tersebut. Ijtihad adalah penyimpulan
hukum dari Al-Qu’an dan Sunah melalui
prinsip-prinsip umum syara’atau
penyimpulan suatu hukum pada kasus baru dengan bersandar pada
prinsip-prinsip umum yang sudah jelas dan terang benderang dalam Al-Qur’an dan Assunnah yang dijadikan sandaran dalam berijtihad
adalah hadist tentang Muadz bin Jabal
tatkala di
utus oleh Nabi saw. Untuk menjadi hakim di negeri Yaman. Rasulullah saw.
Bertanya “Bagaimana engkau akan
memutus perkara apabila dihadapkan kepadamu suatu pengaduan?”. Ia menjawab “Saya
akan memutus dengan hukum yang tercantum di dalam Al-Qur’an.
Beliau bertanya “Apabila tidak di dalam Al-Qur’an?”. Ia menjawab
“Dengan Assunnah Rasulullah saw”. Beliau bertanya lagi “Apabila
tidak ada di dalam Assunnah Rasulullah?”. Ia menjawab “Saya akan berusaha keras
menggunakan fikiranku dan tidak berhenti berusaha”. [2]
[1] Idrus H. Alkaf
Ijtihad Menjawab Tantangan Zaman (Solo : CV Ramadhani) halaman 9.
[2] (Ali Hasbullah, 1986 : 90)
|
C. Metodologi
Ijtihad
Dilihat dari
pelaksanaannya, ijtihad dibagi dua macam, yaitu ijtihad fardhi dan ijtihad
jama’i. Ijtihad fardhi adalah ijtihad yang dilakukan seorang mujtahid secara
pribadi. Sedangkan ijtihad jamai’ adalah ijtihad yang dilakukan oleh para
mujtahid secara berkelompok.
Metode yang umumnya digunakan dalam
berijtihad yaitu :
•
Ijma' : Kebulatan pendapat atau kesepakatan semua ahli ijtihad ummat
setelah wafatnya nabi pada suatu masa tentang suatu hukum. Seperti mendirikan
Negara bagi masyarakat Islam dan mengangkat pemimpin bagi umat, pembukuan Al
Quran dan sebagainya.
Ijma
terdiri atas ijma qauli (ucapan), dan ijma sukuti (diam). Ijma qauli yaitu : para ulama mujtahidin menetapkan pendapatnya
baik dengan ucapan maupun dengan tulisan yang menerangkan persetujuan atas
pendapat mujtahid lain di masanya. Ijma sukuti ayaitu : ketika para ulama
mujtahidin berdiam diri tidak mengeluarkan pendapatnya atas hasil ijtihad para
ulama lain, diamnya itu bukan karena takut atau malu. [3]
•
Qiyas :Menetapkan suatu perbutan yang belum ada ketentuan hukumnya,
berdasarkan suatu hukum yang sudah ditentukan oleh nash, didasarkan adanya
persamaan diantara keduanya. Contoh
hukum berKB era sekarang dengan sistem ‘azl pada zaman Nabi saw. Karena ada
kesamaan ‚ilat hukum (sebab dan tujuan), KB era sekarang dan sistem ‚azl
sama-sama cara berKB maka para ulama sepakat menetapkan bolehnya berKB. Contoh
lainnya zakat padi. Nash yang sudah ada hanya menyebutkan gandum, bukannya
padi. Karena ada kesamaan ‚ilat hukum (sebab dan tujuan), padi dan gandum
sama-sama makanan pokok, maka para ulama sepakat menetapkan wajibnya zakat atas
padi.
•
Istihsan : Merupakan perluasan dari qiyas, yang dimaksud dengan istihsan
adalah : 1) Meninggalkan qiyas jalli
(qiyas nyata) untuk menjalankan qiyas khafi (qiyas samar-samar) atau
meninggalkan hukum kulli (hukum umum) untuk menjalankan hukum istisna’i (pengecualian).
2) Menetapkan suatu
hukum yang berlainan dengan hasil qiyas karena pertimbangan kepentingan dan
kemaslahatan umat untuk menghindarkan terjadinya kesulitan dan kezaliman.
Contoh : Islam hanya membenarkan transaksi jual beli jika barangnya sudah
nyata-nyata ada. Praktek salam, yakni jual beli dengan cara bayar duluan
sementara barangnya belakangan dilarang oleh Islam. Tentu saja maksudnya agar
tidak terjadi kecurangan. Tapi zaman berkembang dan sistem trnsaski bisnis
bergerak lebih cepat. Seringkali produsen tidak sanggup menyediakan barang yang
dibutuhkan pelanggan karena keterbatasan modal. Atas dasar kebutuhan dan kepercayaan,
pelanggan akhirnya membayar duluan, sementara barang yang dipesannya baru
diproduksi setelah pelanggan membayar (penuh atau sebagian) dari keseluruhan
harga barang yang dipesannya. Pembayaran secara salam tersebut merupakan “kekecualian“
dari salam
yang umum. [4]
[3] Abdul
Hamid Hakim, As Sullam (Padang panjang : Sa’adiyah Putra) halaman 44
[4] IJTIHAD
(Pendidikan Agama Islam untuk Mahasiswa) khususnya bagian C, halaman 104
|
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Ijtihad
adalah berusaha bersungguh-sungguh atau
mengarahkan segala kemampuan. Ijtihad berfungsi sebagai penggerak, tanpa ijtihad sumber
syari’at Islam itu akan rapuh, itulah sebabnya ijtihad sebagai sumber ketiga
yang tidak dapat dipisahkan dari Al-qur’an dan Al-Hadits.
Dengan
pendekatan istinbath akan diperoleh hukum Islam dari sumber-sumbernya. Usaha
ushul fiqih tidak akan berhasil tanpa didukung oleh cara-cara pendekatan
istinbath yang benar dan tepat, disamping ditopang oleh pengetahuannya yang
memadai tentang sumber-sumber hukum Islam.
B.
Saran
Demikian makalah ijtihad dan metodologi hukum islam dalam
mata kuliah pendidikan agam islam, yang tentunya masih jauh dari kesempurnaan.
Kami sadar bahwa ini merupakan proses dalam menempuh pembelajaran, untuk itu
kami mengharapkan kritik serta saran yang membangun demi kesempurnaan hasil
diskusi kami. Harapan kami semoga dapat dijadikan suatu ilmu yang bermanfaat
bagi kita semua, Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Alkaf, Idrus H, 1988. Ijtihad Menjawab Tantangan Zaman, Solo : CV Ramadhani
Abdurahman, Asymuni, 1978. Penghantar Kepada Ijtihad, Jakarta : Bulan Bintang
No comments:
Post a Comment
Mohon Berkomentar dengan Bahasa yang Sopan. Kritik dan Saran Sangat diperlukan untuk Memajukan Blog ini terimakasih :D